5G: Prespektif Sebuah Realitas dan Keberadaannya

I. Pendahuluan

Tahun 2018 adalah tahun generasi milenial berjalan ke arah depan. Ada yang hilang,  banyak hal – hal baru yang muncul. Alasannya sederhana karena generasi milenial memang dikategorikan dan ada untuk mandiri, cepat, serta efisien. Untuk menunjang ciri – ciri tersebut, maka pergerakan transaksi data untuk memenuhi kebutuhan generasi ini haruslah sangat cepat mengikutinya. Generasi yang lahir dari rentan tahun 1980 – 2000an adalah generasi yang telah lahir dengan adanya internet didepan mata. Transaksi data serta waktu untuk mengambil keputusan yang dulu tak bisa dikonversi didalam didunia maya dan memiliki batasan ruang sudah tidak ada lagi dalam kemauan dan keinginan mereka. Ini dikuatkan oleh laporan Erricson yang diterbitkan oleh situs kemenkominfo pada tahun 2016, bahwasannya perubahan teknologi ke arah sini diambil dari 4000 responden di 24 negara merupakan sebuah akomodasi untuk generasi ini. Penggunaan yang meningkat semenjak tahun 2011 dari 7% pengguna yang menatap layar hanya untuk memudahkan mereka mengakses informasi meningkat hingga 40% tercatat pada bulan desember 2016. Fakta ini memberitahukan bahwa teknologi sudah menjadi kebutuhan serta pendamping hidup di era sekarang.

Namun ini menjelaskan mobilitas teknologi tidak hanya mencover generasi milenial saja, namun juga generasi – generasi sebelumnya. generasi yang disebut generasi boomer terlihat masih eksis keputusannya serta pengaruhnya saat ini. Ada yang menjadi fasilitator bagi generasi milenial, dan ini menjawab pernyataan pemerintah, dilansir dari berbagai media daring bahwasannya menurut sri mulyani menteri keuangan saat ini, generasi milenial akan berdiri dikaki mereka sendiri diperkirakan akan terjadi pada awal tahun 2020. Teknologi pada saat itu akan menjadi budaya, tetapi akan menjadi tuntutan bagi generasi sebelumnya.

Proses perpindahan budaya ini memunculkan sebuah permasalahan unik yang tidak kita sadari. satu sisi ada yang mengalami perlambatan serta kematian di sektor – sektor riil. sisi lainnya, kecepatan waktu untuk mengisi kebutuhan dan keinginan semakin tinggi. Clark indonesia sebagai contoh pada awal tahun 2018 yang menutup gerainya diseluruh indonesia, mengakui bahwasanya kemampuan orang – orang menuju revolusi industri 4.0 serta tumbuhnya kepercayaan untuk membeli barang – barang secara online, telah menimbulkan dampak bahwa seberapa baik concept bisnis tak mempengaruhi minat beli kebanyakan orang. Digitalisasi bisnis yang sudah mengusung nilai kepercayaan, kecepatan, serta kemudahan menjadi nilai jual yang tinggi. mengutip pidato pendiri lippo group mochtar riadi di depan audience BCA Learning institute tahun 2017 silam, perusahaan jasa trasnportasi sekaliber bluebird yang membangun serta berjalan puluhan tahun harus rontok dengan pangeran – pangeran baru di dunia transportasi digital seperti gojek, grab, dan uber. Menandakan bahawasannya bagi generasi boomer, transformasi digitalisasi yang tumbuh dan masih terus dikembangkan merupakan tuntutan alasan mereka untuk masih bisa diakui keberadaannya.

Kecepatan waktu, kemampuan mengirim data yang dibutuhkan , serta bagaimana aliran kecepatan jaringan yang masih tumbuh menjadi kebutuhan dan kegelisahan dari dan untuk berbagai generasi inilah yang ingin dijawab dan dibahas.

Memunculkan 2 pertanyaan, yakni apakah perkembangan dan pertumbuhan kecepatan jaringan ini memang sudah sangat diperlukan saat ini oleh berbagai generasi,  yang kedua adalah adakah seluruh pihak menyadarinya, sementara transformasi digital sudah terjadi dan akan semakin mengokoh.

II. Teori

G dalam 1G, 2G, 3G, 4G hingga 5G merupakan simbol dari kata Generasi. Generasi – generasi ini mencoba menjawab kebutuhan perkembangan masyarakat itu sendiri. Setiap generasi menurut Ferry (Binus Laboratory, 2018) semuanya mewakili seberapa besar data ditransfer yang dihitung per detiknya.

1G pertama kali lahir dimulai dari dekade 80an, memiliki arti sendiri yakni sebagai analog cellular for voice, transfer data yang paling sederhana berupa transfer suara. Karena masih berbasis analog dan digerakan secara manual, bahwasannya perkembagan radio serta penggunaan frekuensi telepon adalah salah satu contohnya. Belum mengenal kata digital, namun perkembangan selanjutnya sudah menunjukkan ukuran kecepatan data hingga ke generasi ke 5. Kebutuhan dekade 90 an yang hanya dijawab dengan email, semakin berkembang ke penggunaan layanan video streaming yang membutuhkan banyak data yang ditransfer setiap detiknya.

Secara sederhana perjalanan perkembangan generasi dapat dilihat sebagai berikut.

  1. 1G – Original analog cellular for voice (AMPS, NMT, TACS) 14.4 kbps
  2. 2G – Digital narrowband circuit data (TDMA, CDMA) 9-14.4 kbps
  3. 3G – Digital broadband packet data (CDMA, EV-DO, UMTS, EDGE) 500-700 kbps
  4. 4G – Digital broadband packet data all IP (Wi-Fi, WIMAX, LTE) 3-5 mbps
  5. 5G – Gigabit per second in a few years (?) 1+ gbps

Perbedaan ini sudah banyak sekali dipublish diberbagai kanal digital. Di ambil dari tulisan Irwanto (area teknik, 2017).

Pada teknologi 1 Generasi / 1G ini kemampuannya hanya dapat bisa melayani komunikasi suara saja, tetapi tidak dapat melayani data dalam kecepatan tinggi dan besar. Terbatas pada 1 Frekuensi, terkadang suara yang diterima tidak selalu bisa jernih.

Teknologi 2 Generasi / 2G suara menjadi lebih jernih karena sudah tidak terbatas dengan 1 frekuensi saja, berbasis digital, kehadiran Short Message Service menjadi tren, namun terbatas pada cakupan area karena tmasih sangat tergantung pada BTS (Cell Tower).

Teknologi 3 Generasi / 3G sudah menjawab pekerjaan rumah sebelumnya. Memiliki kecepatan transfer data cepat (144kbps-2Mbps) sehingga dapat melayani layanan data broadband seperti internet, video on demand, music on demand, games on demand, dan on demand lain yang memungkinkan kita dapat memilih program musik, video, atau game semudah memilih channel di TV. Kecepatan setinggi itu juga mampu melayani video conference dan streaming lainnya.

Teknologi 4 Generasi / 4G teknologi yang berbasis IP. Kecepatannya menjawab kemudahan mengakses suara, data, dan arus multimedia dapat diakses dimanapun dan kapanpun memudahkan untuk penyedia layanan dan pengguna jasa mengeluarkan biaya yang murah karena tidak tergantung lagi dengan biaya lisensi operasi yang mahal.

Perbedaan yang tipis antara teknologi 4G dan 5G adalah pada kecepatan yang lebih sempurna dan hemat komponen penggunaan fasilitas. Tidak ada yang bisa menyebutkan dengan jelas perbedaan kedua sosok teknologi tersebut, kecuali pada besarnya data saja yang bisa diakses oleh keduanya.

Perkembangan teknologi menurut Soekarwati (E-Learning di Indonesia dan Prospeknya di Masa Mendatang, 2003) ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Peningkatan pembangunan, baik pembangunan individu maupun kelompok
  2. Rasa tidak cepat puas para pengguna teknologi komunikasi, sehingga selalu diperbaharui
  3. Trend atau Lifestyle
  4. Rasa ingin tahu yang tinggi akan sesuatu yang terjad dibelahan dunia lain
  5. Tuntutan pekerjaan
  6. Tuntutan pendidikan
  7. Kemudahan yang diperoleh dari penggunaan alat – alat teknologi komunikasi

Mengarah ke teknologi 5G, maka istilah yang hadir saat ini adalah transformasi digital atau digital transformation. Ini merupakan perpindahan pelestarian kandungan informasi bahan pustaka melaui alih media digital ke media baru (Perpustakan RI, 2001). Menurut microsoft transformasi digital ini terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adaah inovasi teknologi dan permintaan dari perilaku konsumen. Faktor eksternal seperti regulasi pemerintah, perubahan ekonomi, kompetisi pasar, hingga permintaan partner bisnis juga membawa pengaruh bagi penerapan transformasi digital.

Terarahkan dari penjelasan penelitian Yuri Irawan (Teknologi digital dan Studi Sejarah, 2017) mengatakan digitalisasi pertama kali dilakukan oleh Heather Sutherlanf dan D.S. Bree untuk menginput data didalam komputer tahun 1987 arus barang dan masuk perusahaan VOC Belanda di pelabuhan Makassar 1669. Pada pendataan yang dilakukan secara manual di abad 17 serta 18 ditemukan bahwasannya data tersebut tidaklah sekonsisten jika diinput melalui perangkat komputer. Banyaknya kesalahan yang terjadi dilakukan oleh manusia menyebabkan ketepatan data sejarah menjadi berkurang. Menurutnya pemanfaatan teknologi serta transformasi digital sudah ada lebih dari 30 tahun yang lalu, namun penyederhanaan istilah serta pemaksimalan teknologi tersebut baru terjadi pada saat ini.

IIIPembahasan

III. 1. Konstruksi Sosial Media

Membahas teknologi kecepatan data dari sisi perkembangan dan dampaknya, maka tidak terlepas dari manusia, masyarakat, dan teknologi itu sendiri. ketika membahas benturan ini, maka tidak lepas dari pernyataan burger n lukmann yang memberikan gagasan bahwasanya manusia menjadi penentu atas perilaku yang dikehendakinya. realitas ada karena proses interaksi sosial antara individu atau kelompok individu secara berkelanjutan.

Menurut Berger & Luckman, terdapat 3 (tiga) bentuk realitas sosial, antara lain:

  1. Realitas Sosial Objektif

Merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk ideologi dan keyakinan) gejala-gejala sosial, seperti tindakan dan tingkah laku yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan sering dihadapi oleh individu sebagai fakta.

  1. Realitas Sosial Simbolik

Merupakan ekspresi bentuk-bentuk simbolik dari realitas objektif, yang umumnya diketahui oleh khalayak dalam bentuk karya seni, fiksi serta berita-berita di media.

  1. Realitas Sosial Subjektif

Realitas sosial pada individu, yang berasal dari realitas sosial objektif dan realitas sosial simbolik, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi atau proses interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial.

Setiap peristiwa merupakan realitas sosial objektif dan merupakan fakta yang benar-benar terjadi. Realitas sosial objektif ini diterima dan diinterpretasikan sebagai realitas sosial subjektif dalam diri pekerja media dan individu yang menyaksikan peristiwa tersebut. Pekerja media mengkonstruksi realitas subjektif yang sesuai dengan seleksi dan preferensi individu menjadi realitas objektif yang ditampilkan melalui media dengan menggunakan simbol-simbol. Tampilan realitas di media inilah yang disebut realitas sosial simbolik dan diterima pemirsa sebagai realitas sosial objektif karena media dianggap merefleksikan realitas sebagaimana adanya.

Berger & Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun secara sosial, dalam pengertian individu-individu dalam masyarakat yang telah membangun masyarakat, maka pengalaman individu tidak dapat terpisahkan dengan masyarakat. Manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objektif melalui 3 (tiga) momen dialektis yang simultan, yaitu:

  1. Eksternalisasi

Merupakan usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan bentuk ekspresi diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia (Society is a human product).

  1. Objektivasi

Merupakan hasil yang telah dicapai (baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia), berupa realitas objektif yang mungkin akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya (hadir dalam wujud yang nyata). Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif (Society is an objective reality) atau proses interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi.

  1. Internalisasi

Merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa, sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifikasi akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi manusia menjadi hasil dari masyarakat (Man is a social product).

Eksternalisasi, objektifikasi dan internalisasi adalah dialektika yang berjalan simultan, artinya ada proses menarik keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan hal itu berada di luar (objektif) dan kemudian terdapat proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi) sehingga sesuatu yang berada di luar tersebut seakan-akan berada dalam diri atau kenyataan subyektif. Pemahaman akan realitas yang dianggap objektif pun terbentuk, melalui proses eksternalisasi dan objektifasi, individu dibentuk sebagai produk sosial. Sehingga dapat dikatakan, setiap individu memiliki pengetahuan dan identitas sosial sesuai dengan peran institusional yang terbentuk atau yang diperankannya.

Dari penjelasan burger & luckmann dapat ditarik pembahasan bahwa digitalisasi yang saat ini ada di Indonesia terbentuk karena adanya campur tangan manusia. di dalamnya terdapat interaksi sosial yang saling mempengaruhi satu sikap dengan sikap lainnya. keterkaitan realitas sosial dengan digitalisasi yang terjadi berujung pada munculnya sebuah fenomenologi. Fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengelaman-pengelamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengelaman pribadinya. Menurut Schutz ada enam karakteristik munculnya sebuah fenomenolgi, yaitu pertama, wide-awakeness (ada unsur dari kesadaran yang berarti sadar sepenuhnya). Kedua, reality (orang yakin akan eksistensi dunia). Ketigadalam dunia keseharian orang-orang berinteraksi. Keempatpengelaman dari seseorang merupakan totalitas dari pengelaman dia sendiri. Kelimadunia intersubyektif dicirikan terjadinya komunikasi dan tindakan sosial. Keenamadanya perspektif waktu dalam masyarakat.

Hubungan antara realitas sosial yang terbentuk dengan perkembangan teknologi dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan masyarakat menggunakan fasilitas perangkat teknologi itu sendiri mewakili kehidupannya. Dari data yang diambil dari situs kominfo 2018 bekerjasama dengan lembaga riset digital emarket bahwasannya ada sekitar 100 juta lebih masyarakat indonesia yang telah menggantungkan hidupnya dengan perangkat teknologi itu sendiri. Dikutip dari laman good news from indonesia, setidaknya dari rata – rata penggunaan internet 8 jam 51 menit per hari, hanya untuk kurang lebih 3 hingga 3,5 menit masyarakt indonesia termasuk dalam golongan 49% pengguna aktif sosial media dari 3,196 milliar penduduk dunia. hanya untuk 1 aplikasi seperti instagram saja, indonesia menempatkan posisi 3 teratas setelah negara Amerika dan Brazil. Sedangkan untuk pemaksimalan digitalisasi, indonesia menempati kelas menengah ke bawah yakni sekitar 50% dari 100%. Menurut pihak GNFI sendiri mengartikan bahwa indonesia masih butuh waktu untuk mengartikan pemaksimalan dunia digital didalamnya. Dirangkum KompasTekno dari We Are Social (2018), YouTube menempati posisi pertama dengan persentase 43 persen, Facebook, WhatsApp, dan Instagram membuntuti di posisi kedua hingga keempat secara berturut-turut.

Sebanyak 43 persen pengguna media sosial Indonesia mengaku sering menggunakan Facebook, 40 persen sering menggunakan WhatsApp, dan 38 persen mengaku sering mengakses Instagram. Sementara pengguna yang mengaku sering mengakses Line sebanyak 33 persen, dan menempatkannya di posisi kelima.

Walaupun belum ada data statistik dampak penggunaan sosial media, namun ada hal – hal penting yang akhirnya muncul dari hasil interaksi di sosial media, seperti penanggulangan berita hoax oleh pemerintah berbentuk sebuah undang – undang.

Dalam Undang – Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau Undang – Undang nomor 11 tahun 2008 yang berbunyi:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”

Dalam pasal 28 ayat 1, kata “bohong” artinya informasi yang tidak benar adanya. Sedangkan kata “menyesatkan” artinya dampak yang ditimbulkan akibat berita bohong tersebut.

ini menjelaskan bahwa sosial media salah satu bagian dari dunia digital telah menciptakan konstruksi realitas sosial sendiri. Namun hal ini hanya bisa dilihat dari interaksi sosial di sosial media, tetapi tidak dengan peran dan fungsi media digital lainnya.

III. 2. Perilaku

Mengurai permasalahan perkembangan teknologi di Indonesia, Indonesia saat ini baru menuju ke arah 4G secara utuh. Menurut data GSMA Intelligence, penetrasi 4G di kuartal III/2017 sudah mencapai 21% atau meningkat signifikan dari 7,9% pada kuartal III/2016. Imbas dari penetrasi tersebut membuat jumlah pengguna 4G di Tanah Air melonjak dari 34 juta pada kuartal III/2016 menjadi 85,5 juta pada kuartal III/2017. Dari data tersebut konten yang semakin diminati masyarakat kebanyakan adalah hiburan, e-commerce, kesehatan, bisnis, game, pendidikan. Walaupun begitu Erricson sebagai vendor LTE terbesar didunia mengatakan bahwa transformasi digital di Indonesia akan bergerak secara utuh pada tahun 2022 sebesar 65% dari total pengguna 4G. Dari 400 juta perangkat terhubung itu, sektor manufaktur mengambil porsi 16%, diikuti sektor kesehatan 15%, asuransi 11%, perbankan dan sekuritas 10%, ritel dan perdagangan besar 8%. Sementara itu, sisanya mencakup layanan komputasi, pemerintah, transportasi, dan lain-lain. Sedangkan untuk teknologi berbasis 5G Indonesia akan memulainya pada tahun 2026. Perkembangan 4G dan 5G saat ini masih terkendala oleh biaya infrastruktur yang sangat besar, luas demograsi, serta kesadaran masyarat itu sendiri dalam melihat dunia digitalisasi di tanah air.

Bahkan dalam pemaparannya mei (2018) lalu, Sri Mulyani mengatakan bahwa AI yang nanti didukung oleh jaringan 5G berkelanjutan ditakutkan akan menghasilkan kerugian terbesar karena akan menggantikan banyak orang untuk suatu pekerjaan. Sedangkan pada saat ini, jaringan 4G lah yang menuntut manusia untuk mengubah perilaku, namun tidak sebaliknya.

Didukung oleh release yang dikeluarkan tahun lalu, McKinsey Global Institute mengestimasi akan ada 800 juta orang kehilangan pekerjaan hingga 2030 karena satu faktor: digantikan oleh robot dan AI. Riset bertajuk lengkap ‘Jobs lost, jobs gained: What the future of work will mean for jobs, skills, and wages’ itu juga memperkirakan sekitar sedikitnya 50% dari total pekerjaan yang tersedia saat ini bakal dibabat habis oleh otomatisasi mesin, robot dan atau AI.

Kampus ternama MIT Sloan School of Management melansir penelitian bahwa pada 2025, 5 robot akan mampu menggantikan hingga 1.000 orang yang melakukan pekerjaan secara teknis dan repetitif.

Merujuk pada tulisan – tulisan diatas, perilaku manusia saat ini masih berada dalam taraf jaringan 3G menuju 4G. Lihat saja aplikasi yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia. Hampir 99% adalah aplikasi peralihan jaringan 2G ke 3G.

  1. Youtube

Youtube didirikan pada tahun 2005, belum mengenal mobile broadband yang merupakan istilah lain dari jaringan 3G, youtube adalah aplikasi yang masih menggunakan jaringan 2G , dan berkembang kearah 4G pada saat ini. Pada Agustus (2018) Head of Consumer Marketing Google Indonesia, Fibriyani Elastia mengatakan bahwa yang dikonsumsi rata – rata 98% orang indonesia adalah konten. Walaupun secara presentasi, tv masih memegang peranan sebanyak 57%, namun 59 menit atau 1 jam konsumsi melihat konten di youtube, membuat youtube memegang peranannya sebanyak 53% dari minat konsumen atas sebuah konten.

  1. Facebook

Facebook tercipta lebih tua dibandingkan youtube. Pada tahun 2004, konsep yang dibangun adalah interaksi sosial. Dibangun untuk itu, facebook sudah menempatkan dirinya pada layanan mobile broadband. Seiring dengan perkembangan jaringan nirkabel di Indonesia, pengguna facebook pada era 3G Seperti dikutip blog Nick Burcher, dalam kurun waktu 2008 hingga 2010, pengguna Facebook di Indonesia tumbuh delapan ribu persen lebih (8223,2%). Bila pada bulan September 2008 jumlahnya hanya 322 ribu pengguna, pada September 2010, angka tersebut naik menjadi 26,8 juta pengguna.

  1. Whatsapp

Data yang diperoleh pada tahun 2017, aplikasi ini sudah menjadi konsumsi lebih dari 100 juta pengguna di Indonesia. Berbasis pesan instan, pada perkembangannya hingga 2010, OS symbian yang dikembangkan oleh perusahaan Nokia pada saat itu telah menduduki peringkat ke 3 unduhan terbanyak. Aplikasi ini tak bertele – tele, mengandalkan jaringan 3G, WA banyak jadi peminat banyaknya orang karena banyaknya fitur yang ada didalamnya, diantaranya adalah

  • Kirim pesan teks tanpa biaya
  • Group chat
  • Panggilan suara dan video
  • WhatsApp Web dan aplikasi komputer
  • Enkripsi pesan menyeluruh
  • Kirim foto dan video
  • Kirim pesan suara
  • Berbagi dokumen hingga 100 MB

Dari ketiga contoh aplikasi sosial media diatas, realitas sosial yang terjadi dimasyarakat belumlah menyentuh jaringan berbasis big data. Rata – rata aplikasi tersebut masih tercipta dari jaringan 2G hingga 3G.

IV.  Kesimpulan

  1. Masyarakat Indonesia saat ini telah menuju ke arah modernitas, modernitas ini ditandai oleh cara masyarakat mengaplikasikan hal – hal kekinian yang ada didalam kehidupan keseharian mereka.
  2. Kecepatan transmisi data pada dasarnya telah terjadi sejak generasi 80’an, namun berkembang signifikan karena adanya kemajuan perangkat teknologi serta kemudahan akses hingga saat ini.
  3. Perkembangan transmisi data seperti 3G hingga 4G di Indonesia telah membentuk konstruksi sosial didalamnya melalui media sosial.
  4. Didalam perkembangannya, transmisi data tidak terlepas dari realitas sosial dan fenomenolgi yang terjadi di masyarakat.
  5. Di Indonesia, perkembangan transmisi data 5G diproyeksikan terjadi pada tahun 2030an, terjadi pelbagai hambatan diantaranya biaya pembangunan infrastruktur yang masih mahal serta pemanfaatannya.
  6. Menjawab pertanyaan diawal, penulis menyadari bahwa masyarakat telah sangat membutuhkan kecepatan dari transmisi data, namun hanya sebatas pada dasar transformasi kebutuhannya saja. Sesuatu yang akan dicapai oleh jaringan transmisi data 5G akan mengubah pola gerak ekonomi dan sumber daya manusia itu sendiri menciptakan banyak kajian sosial ekonomi yang dilakukan hingga saat ini.

V.  Daftar Pustaka

  • binus.ac.id/2018/03/09/perkembangan-teknologi-1g-2g-3g-3-5g-4g-dan-5g/
  • Irwanto, A. (2013, September 7). area teknik. Retrieved Oktober 25, 2017
  • 2003. E-Learning di Indonesia dan Prospeknya di Masa Mendatang, Makalah pada seminar nasional ‘E-Learning Perlu E-Library’ di Universitas Kristen Petra, Surabaya.
  • http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20160335-RB13P369t-Transformasi%20digital.pdf
  • Berger, L. Peter dan Luckmann, Thomas. 1966. The Social Construction of Reality. Unites States: Anchor Book.
  • Schutz, Alfred dalam John Wild dkk. 1967. The Phenomenology of the Social World. Illinois: Northon University Press.

 

Tinggalkan komentar